= Athet Pyan Shinthaw Paulu, Myanmar =
Kesaksian yang luar biasa dari seorang Rahib
Budha di Myanmar (Burma) yang hidup kembali menjadi seorang yang diubahkan.
Prakata
Kisah berikut adalah
terjemahan bebas dari
kesaksian yang direkam dari seorang yang hidupnya diubahkan. Ini bukan sebuah
wawancara atau Biografi, tapi kisah yang dituturkan oleh orang tersebut
sendiri. Reaksi tiap-tiap orang berbeda-beda ketika mendengar kisah ini. Ada
yang dapat semangat, ada yang ragu, beberapa bahkan mengejek dan mentertawakan,
bahkan ada beberapa dengan penuh kegusaran dan marah, yakin bahwa kisah ini
adalah 'ocehan' dari seorang gila atau suatu penipuan yang cermat. Ada umat
Kristen yang menentang karena kejadian yang radikal dan ajaib ini tidak cocok
untuk mereka, mengesankan seolah-olah Allah yang maha kuasa itu lemah.
Pada awalnya kami mengetahui kisah ini dari
beberapa pemimpin Gereja yang berbagi pengalaman dengan kami. Para pemimpin itu
sudah meneliti kisah ini dan tidak menemukan kisah ini sebagai suatu
kebohongan. Dengan pemikiran ini kami memutuskan untuk berani melangkah
mengabarkan kisah ini. Kami lakukan ini bukan untuk mencari uang atau untuk
mempromosikan diri. Kami hanya ingin kisah ini diketahui dan membuat orang
Kristen yang percaya kepada Yesus menilainya secara Alkitabiah. Jika Tuhan
menginginkan bagian dari kisah ini untuk KemuliaanNya atau untuk membangun
UmatNya, maka kami berdoa agar Roh Kudus bekerja di dalam hati setiap
pembaca. Beberapa orang menceritakan pada kami bahwa mereka berfikir bahwa
Rahib itu tidak benar-benar mati tetapi hanya ada dalam ketidaksadaran (mati
suri), dan hal-hal yang dia lihat dan dengar adalah bagian dari halusinasi
orang yang kena demam. Apapun yang anda pikirkan, faktanya tetap bahwa kejadian
ini secara drastis telah menjadikan orang ini hidupnya berubah 180 derajat
sesudah kejadian itu. Dia tanpa rasa takut, dengan berani mengisahkan
pengalamannya, dengan resiko besar, termasuk dipenjara. Dia juga dicaci maki
oleh saudara-saudaranya, teman-teman, rekan-rekannya dan diancam dibunuh karena
ketidaksediaannya untuk mengkompromi-kan kisahnya.
Apa yang memotivasi orang ini untuk berisiko?
Kita mempercayainya atau tidak, kisah ini layak untuk didengarkan dan
dipertimbangkan. Dalam masyarakat barat yang sinis banyak orang mendambakan
bukti yang kuat untuk hal-hal tersebut. Bukti yang berani dihadapkan di
pengadilan. Dapatkah kita yakin tanpa ragu bahwa semua ini betul betul terjadi?
Tidak, kita tidak dapat. Tetapi kami tetap merasa berkewajiban untuk
mengabarkan kisah orang ini dengan kata-katanya sendiri di mana pembaca dapat
menilainya sendiri.
Tahun - tahun Awalku
Nama saya Athet Pyan Shinthaw Paulu. Saya
dari negara Myanmar. Saya ingin berbagi dengan anda kesaksian saya ini tentang
apa yang terjadi pada saya, tetapi sebelumnya saya ingin menceritakan sedikit
latar belakang saya sejak saya kecil. Saya dilahirkan tahun 1958 di kota
Bogale, di daerah delta Irrawaddy Myanmar selatan (dahulu Burma). Orang tua
saya penganut agama Budha yang beriman (taat) seperti kebanyakan orang di
Myanmar, memanggil saya si Thitphin (thitphinartinya pohon).
Kehidupan di mana saya bertumbuh sangat
sederhana. Pada umur 13 tahun saya keluar sekolah dan mulai bekerja di perahu
nelayan. Kami menangkap ikan juga udang di beberapa sungai besar dan kecil di
daerah Irrawaddy. Pada umur 16 saya jadi pemimpin perahu. Saat itu saya tinggal
di utara pulau Mainmahlagyon (Mainmahlagyon artinya pulau wanita cantik), di
bagian utara Bogale dimana saya dilahirkan. Tempat ini kira kira 100 mil barat
daya Yangoon (Rangoon) ibu kota negara kami.
Suatu hari waktu saya berumur 17 tahun, kami
menangkap banyak sekali ikan dalam jala kami. Karena banyaknya ikan yang kami
tangkap, seekor buaya besar tertarik perhatiannya. Buaya itu mengikuti perahu
kami dan mencoba menyerang kami. Kami jadi ketakutan sehingga dengan panik kami
mendayung perahu kami menuju tepian sungai secepatnya. Buaya itu mengikuti kami
dan menyerang perahu kami dengan ekornya. Walaupun tidak ada yang mati dalam
kejadian ini, serangan itu mempengaruhi kehidupan saya. Saya tidak mau lagi
menangkap ikan. Perahu kecil kami tenggelam kena serangan buaya itu. Malam itu
kami pulang ke kampung naik perahu tumpangan. Tak lama sesudah itu, bos ayah
saya memindahkan ayah saya ke kota Yangoon (sebelum disebut Rangoon).
Pada umur 18 saya dikirim kesebuah biara
menjadi Rahib muda. Kebanyakan orang tua di Myanmar berusaha mengirimkan anak
laki-laki mereka ke biara Budha, setidaknya satu kali, karena merupakan suatu
kehormatan mempunyai anak laki-laki melayani dengan cara ini. Kami telah
mengikuti adat ini ratusan tahun.
Seorang murid yang
bersemangat
Pada saat saya mencapai umur 19 tahun 3 bulan
(thn 1977) saya jadi Rahib. Rahib atasan saya di biara itu memberi saya sebuah
nama Budha baru yang sudah menjadi adat/kebiasaan di negara saya. Saya
dipanggil U Nata Pannita Ashinthuriya. Pada waktu kami menjadi
Rahib kami tidak lagi menggunakan nama yang diberikan orang tua pada waktu
lahir. Biara tempat saya tinggal disebut Mandlay Kyaikasan Kyaing. Nama Rahib
kepala ialah U Zadila Kyar Ni Kan Sayadaw (U Zadila adalah gelar). Dia Rahib
yang sangat terkenal di seluruh Myanmar pada waktu itu. Setiap orang tahu siapa
dia. Dia sangat dihargai oleh orang-orang dan disegani sebagai guru besar. Saya
katakan dulu karena pada tahun 1983 dia tiba-tiba mati dalam kecelakaan mobil
yang fatal. Kematiannya mengejutkan semua orang. Saat itu saya sudah 6 tahun
jadi Rahib. Saya berusaha jadi Rahib terbaik dan mengikuti semua ajaran Budha.
Pada suatu tingkat tertentu saya pindah ke
sebuah kuburan yang kemudian saya tinggali dan bermeditasi secara kontinyu.
Beberapa Rahib yang sungguh-sungguh mengikuti kebenaran Budha melakukan hal
yang saya lakukan ini. Beberapa bahkan pindah ke hutan di mana mereka hidup
menyangkal diri dan miskin. Saya cari penyangkalan diri, pikiran dan keinginan,
untuk menghindari penyakit dan penderitaan dan membebaskan diri dari kehidupan
duniawi.
Di kuburan saya tidak takut setan, saya
berusaha untuk mencapai kadamaian batin dan sadar diri sampai-sampai bila ada
nyamuk hinggap di tangan, saya membiarkannya menggigit tangan saya dari pada
mengusirnya.
Bertahun-tahun saya berusaha untuk jadi Rahib
terbaik dan tidak menyakiti mahluk hidup. Saya belajar pelajaran suci Budha ini
seperti semua nenek moyang kami lakukan sebelumnya. Kehidupan saya sebagai
Rahib berjalan terus sampai suatu waktu saya menderita sakit keras. Saya ada di
Mandalay waktu itu dan harus dibawa ke rumah sakit untuk perawatan. Dokter
melakukan beberapa pengecekan pada saya dan memberitahu saya bahwa saya
terjangkit penyakit kuning dan malaria bersamaan. Sesudah sebulan di rumah
sakit saya malah makin gawat. Dokter memberi tahu saya bahwa tak ada
harapan sembuh untuk saya dan dokter itu mengeluarkan saya dari rumah sakit
untuk mempersiapkan kematian.
Inilah penjelasan singkat masa lalu saya.
Sekarang saya ingin menceritakan beberapa hal luar biasa yang terjadi pada diri
saya sesudahnya.
Penglihatan Yang Mengubah
Hidup Saya Selamanya
Sesudah saya dikeluarkan dari rumah sakit
saya kembali ke tempat di mana para Rahib yang lain mengurus saya. Saya makin
hari makin lemah dan makin susut karena badan saya sudah berbau busuk dan bau
kematian, dan akhrinya jantung saya berhenti berdenyut. Tubuh saya dipersiapkan
untuk kremasi dan melalui tata cara pemurnian agama Budha.
Walaupun tubuh saya mati tapi saya ingat dan
sadar dalam pikiran dan roh saya. Saya ada dalam badai besar. Angin kencang
meniup seluruh daratan sampai tidak ada pohon atau apapun yang berdiri, semua
rata, saya berjalan sangat cepat di jalan rata itu untuk beberapa lama. Tak ada
orang lain, hanya saya sendiri, kemudian saya menyeberang sebuah sungai. Di
seberang sungai itu saya melihat danau api yang sangat sangat besar. Dalam agama
Budha kami tidak ada gambaran tempat seperti ini. Pada mulanya saya bingung dan
tak tahu bahwa itu adalah neraka sampai saya lihat Yama, raja neraka (Yama
adalah nama untuk raja neraka dalam kebudayaan Asia) mukanya seperti singa,
badannya seperti singa , tetapi kakinya seperti seekor naga (roh naga). Dia
mempunyai beberapa tanduk di kepalanya. Wajahnya sangat mengerikan dan saya
sangat ketakutan. Dengan gemetar, saya tanya namanya. Dia jawab Saya adalah
raja neraka, si Perusak!
Danau Api Yang Sangat
Mengerikan
Raja neraka memberi tahu saya untuk melihat
ke danau api itu. Saya memandang dan melihat jubah warna kunyit yang biasa
dipakai rahib Budha di Myanmar. Saya memandang dan melihat kepala gundul
seorang laki-laki. Waktu saya lihat wajah orang itu saya mengenalinya sebagai U
Zadila Kyar Ni Kan Sayadaw (rahib terkenal yang mati kecelakaan mobil tahun
1983). Saya tanya raja neraka mengapa pemimpin saya, diikat dalam danau
penyiksaan ini. Saya bertanya, Mengapa dia ada dalam danau api ini?
Dia seorang guru yang baik. Dia bahkan mempunyai kaset pengajaran yang berjudul
'Apakah anda manusia atau anjing?' Dia adalah orang yang sudah membantu ribuan
orang mengerti bahwa sebagai manusia sangat berharga jauh dibandingkan
binatang. Raja neraka itu menjawab, Betul, dia seorang guru yang baik, tetapi
dia tidak percaya pada Yesus Kristus. Itulah sebabnya dia ada di neraka. Saya
diberi tahu untuk melihat orang lain yang ada di dalam api itu. Saya lihat
seorang laki-laki dengan rambut panjang dililitkan di bagian kiri kepalanya.
Dia juga mengenakan jubah. Saya tanya raja neraka, Siapa orang itu? Dia
menjawab, Inilah yang kau sembah, Gautama (Budha).
Saya sangat terganggu melihat Gautama di
neraka. Saya protes, Gautama orang baik, mempunyai karakter moral yang baik, mengapa
dia menderita di dalam danau api ini? Raja neraka menjawab, Tak peduli
bagaimana baiknya dia. Ia ada di tempat ini karena dia tidak percaya pada Allah
yang kekal.
Saya kemudian melihat seorang yang lain yang
tampaknya memakai seragam tentara. Dia terluka di dadanya. Saya bertanya, Siapa
dia? Raja neraka berkata, Ini Aung San, pemimpin revolusi Myanmar. Saya
kemudian diberi tahu, Aung San di sini karena dia menyiksa dan membunuh
orang-orang Kristen, tapi terutama karena dia tidak percaya Yesus Kristus.
Di Myanmar ada pepatah, Tentara tak pernah
mati, hidup terus. Saya diberitahu bahwa tentara neraka mempunyai pepatah,
Tentara tak pernah mati, tapi akan tinggal di neraka selamanya.
Saya amati dan melihat orang lain didanau api
itu. Dia orang yang sangat tinggi dan memakai baju baja militer. Dia juga
menyandang pedang dan perisai. Orang ini terluka di dahinya. Orang ini lebih
tinggi dari siapapun yang pernah saya lihat. Dia enam kali panjang jarak siku
sampai ujung jarinya waktu dia luruskan kedua lengannya, ditambah satu jengkal
waktu dia rentangkan tangannya. Raja neraka itu berkata orang ini namanya
Goliath. Dia di neraka karena dia menghina Allah yang kekal dan hambanya Daud.
Saya bingung karena saya tidak tahu siapa itu
Goliath dan Daud. Raja neraka berkata, Goliath tercatat di Alkitab orang
Kristen. Kamu tidak tahu dia sekarang, tapi kalau kamu jadi Kristen, kamu akan
tahu siapa dia.
Kemudian saya di bawa ke sebuah tempat di
mana saya lihat orang kaya dan miskin menyiapkan makan malam mereka. Saya
Tanya, siapa yang memasak makanan untuk orang-orang itu? Raja neraka itu
menjawab, Yang miskin harus menyiapkan makanan mereka, tapi yang kaya menyuruh
yang lain untuk memasak untuk mereka. Ketika makanan sudah tersedia untuk yang
kaya, mereka duduk untuk makan. Segera setelah mereka mulai makan asap tebal
keluar. Yang kaya makan secepat sebisa mereka agar mereka tidak pingsan. Mereka
berusaha keras untuk dapat bernafas karena asap itu. Mereka harus makan
cepat-cepat karena mereka takut kehilangan uang mereka. Uang mereka adalah
tuhan bagi mereka.
Seorang raja yang lain kemudian datang pada
saya. Saya juga melihat satu mahluk yang kerjanya menjaga api di bawah danau
api agar tetap panas. Mahluk ini bertanya pada saya, "Apa kamu juga akan
masuk ke danau api ini?" Saya jawab, "Tidak! saya di sini untuk hanya
mengamati!" Bentuk mahluk yang menjaga api itu sangat menakutkan. Dia
punya 10 tanduk dikepalanya dan sebatang tombak di tangannya yang pada ujungnya
ada 7 pisau tajam. Mahluk ini berkata, Kamu betul, kamu datang ke sini hanya
untuk mengamati. Saya tak temukan namamu disini. Katanya, Kamu harus kembali ke
tempat dari mana kamu datang tadi. Dia menunjukan arah pada saya
tempat terpencil rata yang saya lewati sebelumnya waktu datang ke danau api
ini.
Keputusan Untuk Memilih
Jalan
Saya jalan cukup lama, sampai saya berdarah.
Saya sangat kepanasan dan kesakitan. Akhirnya setelah berjalan sekitar 3 jam
saya sampai di sebuah jalan yang lebar. Saya berjalan sepanjang jalan ini
beberapa lama sampai menemukan persimpangan. Satu jalan arah kiri, lebar. Jalan
yang lebih kecil menuju ke sebelah kanan. Ada tanda disimpang itu yang berbunyi
jalan kiri untuk mereka yang tidak percaya pada Tuhan Yesus Kristus, jalan yang
lebih kecil menuju ke kanan untuk yang percaya Yesus. Saya tertarik melihat ke
mana tujuan jalan yang lebih besar itu, jadi saya mulai melaluinya.
Ada 2 orang berjalan kira-kira 300 yard di
depan saya. Saya coba mengejar mereka agar dapat jalan bersama, tetapi sekeras
apapun saya mencoba, saya tidak dapat mengejar mereka, jadi saya putar balik
dan kembali ke simpang jalan tadi. Saya terus perhatikan kedua orang yang
berjalan tadi. Waktu mereka mencapai ujung jalan tiba-tiba mereka ditikam.
Kedua orang itu berteriak sangat kesakitan. Saya juga menjerit keras waktu
melihat apa yang terjadi pada mereka. Saya sadar akhir dari jalan yang lebih
lebar sangat berbahaya untuk mereka yang menjalaninya.
Melihat Surga
Saya mulai melangkah ke jalan Orang Percaya.
Sesudah berjalan sekitar 1 jam, permukaan jalan berubah jadi emas murni.
Sungguh murni sampai-sampai waktu saya lihat kebawah saya dapat melihat
bayangan saya dengan sempurna. Kemudian saya lihat seseorang berdiri di depan
saya. Dia memakai jubah putih. Saya juga mendengar nyanyian merdu. Oh, alangkah
indah dan murninya!
Sangat jauh lebih baik dan berarti
dibandingkan penyembahan yang kita dengar di gereja manapun di dunia. Orang
berjubah tersebut meminta saya berjalan bersamanya. Saya bertanya padanya,
Siapakah namamu? tetapi dia tidak menjawabnya. Baru sesudah saya tanya dia 6
kali orang itu menjawab, Saya yang memegang kunci ke surga. Surga tempat yang
sangat sangat indah. Kamu tak dapat pergi ke sana sekarang tetapi kalau kamu
mengikuti Yesus Kristus kamu dapat pergi ke sana sesudah hidupmu selesai di
bumi. Orang itu bernama Petrus. Petrus kemudian meminta saya untuk duduk dan
menunjukkan pada saya sebuah tempat di sebelah utara. Petrus selanjutnya
berkata, Lihat ke utara dan lihatlah Allah menciptakan manusia.
Saya melihat Allah kekal di kejauhan. Allah
berkata pada seorang malaikat, Mari kita ciptakan manusia. Malaikat itu
bersujud dan memohon pada Allah serta berkata, Jangan menciptakan manusia. Dia
akan berbuat dosa dan mendukakan Engkau. (dalam bahasa asli Burma berarti:
"Dia akan mempermalukan Engkau").
Tetapi Allah tetap menciptakan manusia. Allah
meniupkan nafasNya dan manusia itu hidup. Dia memberi nama orang itu Adam.
(Catatan: agama Budha tidak percaya penciptaan dunia atau manusia sehingga
pengalaman ini sangat besar pengaruhnya bagi saya).
Dikembalikan Dengan Nama
Baru
Kemudian Petrus berkata, Sekarang bangunlah
dan kembalilah melalui jalan di mana engkau datang. Katakan pada orang-orang
yang menyembah Budha dan menyembah berhala. Beri tahu mereka bahwa mereka akan
pergi ke neraka bila mereka tidak berubah. Mereka yang membangun kuil/kelenteng
dan berhala juga akan ke neraka. Mereka yang yang memberikan persembahan pada
para rahib untuk mendapatkan jasa untuk mereka sendiri juga akan ke neraka.
Mereka yang menyembah rahib dan memanggil mereka "Pra" (gelar
kehormatan bagi rahib) akan ke neraka. Mereka yang menyanyi dan memberikan
hidupnya untuk berhala akan ke neraka. Mereka yang tidak percaya Yesus Kristus
akan ke neraka.
Petrus memberi tahu saya untuk kembali ke
bumi dan bersaksi tentang semua apa yang telah saya lihat. Dia juga berkata,
Kamu harus bicara dengan nama yang baru. Sejak saat ini kamu harus dipanggil
Athet Pyan Shinthaw Paulu (nama itu berarti Paulus yang kembali hidup). Saya
tidak mau kembali. Saya ingin tinggal di surga. Seorang malaikat kemudian
membuka sebuah buku. Pertama-tama mereka mencari nama masa kecilku (Thitpin)
dalam buku, tapi mereka tak menemukannya. Kemudian mereka mencari nama yang
diberikan pada saya waktu masuk agama Budha (U Nata Pannita Ashinthuriya), tapi
juga tidak tertulis disitu. Kemudian Petrus berkata, Namamu tidak tertulis di
sini, kamu harus kembali dan bersaksi tentang Yesus pada orang-orang yang
beragama Budha.
Saya berjalan kembali melalui jalan emas.
Saya dengar lagi nyanyian yang merdu, yang tak pernah saya dengar sebelumnya.
Petrus berjalan dengan saya sampai saatnya saya kembali ke bumi. Dia
menunjukkan pada saya tangga untuk kembali ke bumi antara surga dan langit.
Tangga itu tidak sampai ke bumi, tetapi berhenti di udara. Pada saat di tangga
saya lihat banyak sekali malaikat, ada yang naik ke surga dan ada yang turun ke
tangga. Mereka sangat sibuk. Saya bertanya kepada Petrus, Siapakah mereka?.
Petrus menjawab, Mereka pesuruh Tuhan. Mereka melaporkan ke surga nama-nama
mereka yang percaya Yesus Kristus dan nama-nama mereka yang tidak percaya.
Petrus kemudian memberi tahu saya, sudah waktunya untuk kembali.
Hantu!
Tiba-tiba saya mendengar sebuah tangisan.
Saya dengar ibu saya sedang menangis, Anakku, mengapa engkau meninggalkan kami
sekarang? Saya juga mendengar orang-orang lain menangis. Saya kemudian sadar
saya sedang terbujur dalam sebuah peti. Saya mulai bergerak. Ibu dan ayahku
berteriak, Dia hidup, dia hidup! Orang lain yang agak jauh tidak percaya.
Kemudian saya taruh tangan saya di kedua sisi peti itu dan duduk tegak. Banyak
orang ketakutan. Mereka menjerit, Hantu! dan berlari secepat kaki mereka
membawanya. Mereka yang tertinggal, diam dan bergemetaran.
Saat itu saya merasakan bahwa saya sedang
duduk dalam cairan yang tak sedap baunya, cairan tubuh, cukup banyak untuk
dapat mengisi 3,5 gelas. Itu adalah cairan yang keluar dari perut dan bagian
dalam tubuhku ketika tubuh saya terbujur di dalam peti mati. Inilah sebabnya
orang tahu bahwa saya sudah betul-betul mati. Di dalam peti mati ini ada
semacam lembaran plastik yang ditempelkan pada kayu peti. Lembaran plastik ini
untuk menampung cairan yang keluar dari mayat, karena tubuh orang meninggal
banyak mengeluarkan cairan seperti yang saya alami.
Saya diberi tahu kemudian bahwa hanya
beberapa saat lagi saya dikremasi dalam api. Di Myanmar orang mati dimasukan ke
alam peti mati, tutupnya kemudian dipaku, dan kemudian dibakar. Ketika saya
kembali hidup, ibu dan ayah saya sedang melihat tubuh saya untuk terakhir
kalinya. Sesaat lagi tutup peti akan segera dipaku dan saya akan dikremasikan.
Saya segera mulai menjelaskan hal-hal yang saya lihat dan dengar. Orang-orang
merasa heran. Saya ceritakan orang-orang yang saya lihat di dalam danau api itu,
dan memberi tahu hanya orang Kristen yang tahu kebenaran, bahwa nenek moyang
kita dan kita sudah tertipu ribuan tahun! Saya beri tahu mereka segala sesuatu
yang kita percayai adalah kebohongan. Orang-orang merasa heran sebab mereka
tahu rahib macam apa saya dan bagaimana bersemangatnya saya dalam pengajaran
Budha. Di Myanmar ketika seseorang meninggal, namanya dan umurnya ditulis
disamping peti mati. Ketika seorang rahib meninggal, namanya, umurnya dan masa
pelayanannya sebagai rahib dituliskan di samping peti mati. Saya
sudah ditulis mati tetapi seperti yang anda lihat, sekarang saya hidup!
Penutup
Sejak "Paulus yang kembali hidup"
mengalami kisah di atas dia tetap menjadi saksi yang setia kepada Yesus
Kristus. Para Gembala di Burma mengabarkan bahwa dia sudah membawa ratusan
rahib lain untuk beriman kepada Yesus. Kesaksiannya jelas sekali tak
berkompromi. Oleh sebab itu, pesan dia telah menyakitkan banyak orang yang
tidak dapat menerima hanya ada satu jalan ke surga, Yesus Kristus.
Walaupun menghadapi penolakan yang sangat
besar, pengalamannya sungguh nyata sehingga ia tak pernah ragu maupun bimbang.
Setelah sekian tahun dalam lingkungan biara Budha, sebagai pengikut ajaran
Budha yang setia, beralih menyatakan Injil Kristus sesudah kebangkitannya dari
kematian dan mendesak rahib yang lain untuk meninggalkan semua dewa-dewa palsu
dan menjadi pengikut Yesus dengan sepenuh hati. Sebelum sakit dan matinya dia
tidak punya pengetahuan sedikitpun tentang kekristenan. Semua yang dia dapatkan
selama 3 hari dalam kematian adalah baru dalam pikirannya.
Lazarus modern ini mulai membagikan audio dan
video kaset mengenai kisahnya. Polisi serta pihak berwenang di Myanmar sudah
berusaha sekuatnya untuk mengumpul-kan kaset-kaset ini dan memusnahkannya.
Kesaksian yang baru saja anda baca adalah
salah satu terjemahan dari kaset itu. Kami diberi tahu bahwa sekarang sangat
berbahaya bagi warga Myanmar untuk memiliki kaset ini. Kesaksiannya yang tak
kenal takut telah membuatnya dipenjara, di mana yang berwenang telah gagal menawarkan
dia untuk bungkam. Sesudah dilepaskan dia terus bersaksi tentang apa yang dia
lihat dan dengar.
Keberadaannya sekarang tidak jelas. Seorang
nara sumber di Burma mengatakan bahwa dia di penjara dan bahkan mungkin sudah
dibunuh, sumber lain mengabarkan bahwa dia sudah dilepaskan dari penjara dan
sedang meneruskan pelayanannya.
Dari naskah dalam bahasa
Inggris oleh:
Asian Minorities Outreach
P.O.Box 901
Palestine, TX 75802
U.S.A.
E-Mail: monkstory@yahoo.com
Web site: True Life Stories
3 komentar:
hhahahahhahahhahahahahhahahahaa
jadi gw harus masuk kristen gitu hahah
mending gw masuk neraka aja ah
gw dah percaya sama agama gw dan surganya..
titip salam salam aja ya ma petrus
@ Hegie
Yah , akan terjadilah sesuai kata2 mu. Semoga kamu tidak menyesal telah memilih surga yg palsu melalui nabi palsu juga!
Memang , orang2 masuk neraka bukan karena Allah kejam , tidak mau menyelamatkan mereka, tetapi mereka sendirilah yang MENOLAK diselamatkan, mereka lebih suka dan percaya kpd DUSTA nabi PALSU dr pd KEBENARAN DIDALAM KRISTUS YESUS, SANG JURUSELAMAT
Posting Komentar